company profile

Jl. Melawai I Basement I Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160, Indonesia
Telp. (021) 7200688 Hunting Fax.(021) 7209600 E mail : bm_estate@yahoo.com

PUBLIC SPACE 1 FOR BLOK M

PUBLIC SPACE 1 FOR BLOK M
usulan ruang publik untuk Kawasan Blok M (sumber sayembara IAI jakarta)

PULIC SPACE 2 FOR BLOK M

PULIC SPACE 2 FOR BLOK M
usulan ruang publik untuk Blok M (sumber sayembara IAI Jakarta)

PUBLIC SPACE 3 FOR BLOK M

PUBLIC SPACE 3 FOR BLOK M
usulan ruang publik untuk Blok M (sumber sayembara IAI Jakarta)

PUBLIC SPACE 4 FOR BLOK M

PUBLIC SPACE 4 FOR BLOK M
usulan ruang publik untuk Blok M (sumber sayembara IAI Jakarta)

Selasa, 24 Februari 2009

Tiga Mitos Banjir Kanal Timur

kritik terhadap penanganan banjir di Ibukota sebenarnya sudah mencuat hanya beberapa tahun setelah rencana induk pengendalian banjir diketok pada 1973. itu rencana yang memuat rancangan saluran kolektor di sisi timur jakarta yang kini dikenal dengan Banjir Kanal Timur.
Kritik tersebut muncul beberapa kali dalam laporan jurnalistik yang diterbitkan sejumlah berkala 1974-1978. Maklum, dalam kurun tersebut, setiap kali musim hujan tiba Jakarta selalu kebanjiran, yang terbesar pada 1976.
Kritik paling kencang yang muncul ketika itu adalah mulai maraknya pembangunan vila-vila di kawasan hulu sungai Ciliwung, sungai utama yang membelah jakarta. untuk kepentingan pariwisata saat itu, pembangunan vila tersebut berlangsung nyaris tanpa kendali.
Pada saat yang sama, saluran kolektor di sisi timur jakarta itu juga tak kunjung dibangun. usaha pembebasan lahan sebetulnya sempat dilakukan. namun, karena tidak didukung plitical will dan dana yang kuat, upaya itu pun berhenti, sampai 30 tahun kemudian.
Baru pada 10 juli 2003, setahun setelah banjir besar 2002, proyek pembangunan saluran sepanjang 23,5km dengan lebar 100 m - 300 m tersebut kembali dicanangkan dan ditargetkan rampung 2010. Saat itu, biayanya diproyeksi mencapai Rp. 4,1 triliun.
Dalam pelaksanaannya, lagi-lagi proyek tersebut terbentur kendala. Terutama oleh perkara pembebasan tanah yang sebagian besar dimiliki warga dan swasta. Tidak jarang, di beberapa tempat terjadi tumpang tindik klaim kepemilikan lahan.
Kritik terbaru untuk penangan banjir kini datang dari National Open Network Conference II yang berlangsung di Hotel Gran Kemang, Jakarta, awal pekan ini. Konferensi sehari yang digelar oleh CKNet-Ina ini mengambil topik tunggal manajemen banjir.
Hadir dalam konferensi itu para specialis penangan banjir dari sejumlah lembaga a.l. World Meteorological Org, UN Educational, Scientific & Cultural Org, World Bank, Netherlands Education Support Office, US Agency for Int'l Development, dan Asian Development Bank.
Dalam konferensi itu terungkap bagaimana pendekatan penanganan banjir yang selama ini diupayakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI ternyata menyimpan paling sedikit tiga mitos yang sedemikian rupa mempuat upaya penanganan banjir menjadi tidak maksimal.
Mitos pertama, Banjir Kanal Timur adalah proyek yang akan menjawab ancaman banjir di Jakarta. Perlu diketahui bahwa asumsi-asumsi yang dipakai dalam proyek ini adalah asumsi yang dirumuskan pada 1920-an yang kini sudah tidak relevan.
Konsep Banjir Kanal Timur datang dari konsep penanggulangan banjir buatan Van Breen, tak lama setelah Batavia dilanda banjir besar pada 1918. saat itu, Breen memperkenalkan konsep pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke kota.
Breen merancang dua saluran kolektor yang mengepung kota guna menampung limpahan air untuk selanjutnya dialirkan ke laut. Saluran pertama menyusuri tepian barat kota, yang kedua melalui tepian timur kota.
Dua saluran itu ditujukan membelokkan aliran air, sehingga tidak langsung menerjang pusat kota. Breen membangun saluran yang menyusuri tepian barat dahulu karena saat itulah yang terdekat dengan pusat Kota Batavia.
Saluran barat yang mulai dibangun mulai 1922 itulah yang kini dikenal sebagai Banjir Kanal Barat, membentang dari Manggarai ke Pluit. Sedangkan saluran timur, ketika itu dirancang dengan perkiraan kota akan terus tumbuh ke arah timur, tidak sempat dibangun karena perang dunia kedua.

Berkembang ke selatan
Fakta berkembang terus ke selatan itu pula yang menjelaskan kenapa baik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI 1985-2000 dan juga 2000-2010, kota didorong ke barat dan ke timur, ditandai dengan pembentukan sentra primer baru.
Kedua, keberadaan Banjir Kanal Timur akan mengurangi banjir hingga 40%, seperti diungkap Gubernur DKI Fauzi Bowo pekan lalu. Sampai hari, ini tak pernah ada paparan pasti tentang perhitungan tersebut. Tidak ada yang tahu dari mana datangnya angka itu.
Definisi akan mengurangi banjir hingga 40% juga asngat kabur. Apakah yang dimaksud itu 40% dari luas daerah yang tergenang, atau 40% dari volume air yang tidak bisa ditampung oleh kapasitas drainase kota. Tentu, ini dua hal yang sangat berbeda.
Benar bahwa BKT yang menampung air dari kali Cipingan, Sunter, Buaran, Cakung, Kramat Jati, dan Blencong - dengan daerah tangkapan seluas 20.700 ha - untuk dibuang ke laut melalui Marunda, akan mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan di Jakarta bagian timur.
Akan tetapi, ancaman banjir yang tidak disertai dengan perhitungan curah hujan rencana data pijakan mengenai kemungkinan frekuensi dan persentase banjir dalam kurun waktu tertentu yang akuntabel, klaim-klaim pengurangan banjir itu dengan sendirinya menjadi bias.
Pada zaman Belanda misalnya, curah hujan rencana dihitung 20 tahun. "Sekarang kita tidak tahu berapa persisinya curah hujan rencana di DKI. Ada yang bilang5 tahun, 10 tahun, tidak jelas," kata Jan T.L. Yap, konsultan banjir dari CKNet-Ina untuk Bank Dunia-Indonesia.
Padahal, penentuan curah hujan rencana tersebut sangat menentukan jenis keputusan yang akan diambil dalam penanganan banjir, yang meliputi sisi ekonomi, engineering, sosial, dan juga lingkungan.
Dari ketiadaan penentuan curah hujan rencana ini pula, akhirnya, muncul mitos ketiga, yaitu banjir Kanal Timur adalah solusi paling murah yang bisa diupayakan guna mengurangi risiko kerugian banjir di Jakarta.
Para pendukung argumentasi murah di sini biasa membandingkan ongkos yang dikeluarkan untuk membangun Banjir Kanal Timur dengan rencana 42 polder yang butuh total dana Rp 39 triliun.
Murah di sini menjadi mitos, karena seharusnya konsep murah itu dibandingkan dengan ukuran APBD, tetapi dengan nilai kerugian yang dapat dimitigasinya. Dalam hal ini, areal mitigasi itu adalah Sunter, Cipinang, Buaran, Cakung, dan Kelapa Gading.
Faktanya, apabila dibandingkan dengan kawasan lain yang justru tidak dilindungi, seperti di Jakarta bagian selatan seperti di Kemang atau Senayan, kawasan yang jadi target mitigasi banjir Kanal Timur bukanlah kawasan yang bernilai tinggi.
Perlu segera ditambahkan, pembuatan jutaan lubang biopori di kawasan selatan Jakarta sudah pasti juga tidak akan bisa maksimal menggantikan peran kanal. Sebab lubang biopori itu sejatinya hanya akan bekerja optimal di wilayah hulu, di Bogor, bukan di hilir.
Dengan tiga mitos tersebut, seharusnya Pemprov DKI mengkaji kembali rencana proyek banjir kanal tersebut. Perlu ada modifikasi dengan situasi terkini, tentu dengan hitungan nilai risiko yang lebih akuntabel.

diambil Bastanul Siregar (Bisnis Indonesia) 25 februari 2009

Kamis, 19 Februari 2009

Blok M akan Jadi Kawasan Modern dan Terintegrasi





BERITAJAKARTA.COM — 06-01-2009 15:44
Kawasan Blok M memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi pusat kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa, serta hiburan. Rencana penataan ini telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2007-2012. Bahkan, masterplan penataan kawasan Blok M saat ini sudah siap dan tengah dikaji Dinas Tata Ruang DKI. Sedangkan, pelaksanaan penataanya akan dilakukan secara bertahap setiap tahun hingga 2012.

Konsep penataan yang akan dilakukan berupa pengintergrasian pusat perbelanjaan, perkantoran, jasa, dan tempat hiburan dalam satu kawasan terpadu. Sehingga, Blok M akan menjadi sebuah kawasan modern. "Masterplan-nya sudah ada. Inti konsep penataan kawasan Blok M akan dijadikan sebagai kawasan modern dan terintegrasi dari pusat perbelanjaan, perkantoran, jasa, dan hiburan,” kata Wiriyatmoko, Kepala Dinas Tata Ruang DKI kepada beritajakarta.com, usai Rapat BPUT di Balaikota DKI, Selasa (6/1). Secara teknis, penataan yang tertuang dalam masterplan yang tengah dikaji tersebut antara lain penataan lalu lintas, sarana jembatan penyeberangan, fasilitas perbelanjaan, penataan pedagang kaki lima (PKL), serta pembangunan pedestrian.

Penataan lalu lintas kendaraan bermotor di kawasan Blok M, menurutnya, sangat perlu dilakukan. Sebab, selama ini lalu lintas kendaraan bermotor baik pribadi dan umum masih belum tertata rapi. Kemudian akan dilanjutkan dengan penataan terminal yang modern, rapi, bersih, dan indah. Untuk sarana dan prasarana infrastruktur jalan seperti pedestrian dan jembatan penyeberangan juga akan dilaksanakan pembangunan dan perbaikan terhadap yang sudah ada. "Pedestrian diperlukan agar warga yang berjalan kaki di sekitar kawasan Blok M dapat berjalan dengan aman. Sedangkan kondisi fisik jembatan-jembatan penyeberangan yang sudah ada akan diperbaiki sehingga warga tidak lagi merasa enggan atau takut menggunakan jembatan tersebut," ujarnya.

Sedangkan penataan fasilitas perbelanjaan, sambung Wiriyatmoko, akan berkaitan dengan penataan PKL yang
saat ini masih ada di kawasan tersebut. “PKL pasti akan ditertibkan. Tetapi kita harus memikirkan tempat penampungan yang tepat bagi mereka. Jangan asal menggusur saja,” ujar pria yang akrab dipanggil Moko ini. Sebab, kata Moko, penataan PKL ini sangat penting. Karena dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diamanatkan saat melakukan tata ruang harus mengakomodir kepentingan sektor informal, dalam hal ini PKL. "Kebutuhan itu sedang dievalusi Dinas Tata Ruang DKI bekerja sama dengan para pemilik gedung perbelanjaan di Blok M," ungkapnya.

Kendala yang dihadapi, lanjut Moko, sebagian besar pemilik mal atau gedung perbelanjaan mengaku keberatan dengan kewajiban untuk menyerahkan 20 persen dari luas lahan yang dimilikinya untuk sektor informal. “Mereka ingin angka itu diturunkan lagi. Makanya kita sedang evaluasi itu,” tambah dia. Kendati akan dilakukan penataan ke arah yang lebih baik, modern, dan terintegrasi, Moko menegaskan Pemprov DKI akan tetap mempertahankan kondisi yang sudah ada. Kalau pun ada peningkatan dan pengembangan, jumlahnya tidak terlalu signifikan.

Sebelumnya, Kepala Perencanaan Kota (Bapeko) Jakarta Selatan, Sahar Parulian, menyatakan, penataan kawasan guna menjadikan Blok M agar lebih baik dan teratur pun dilakukan Bapeko Jaksel. Pembangunan pedestrian dan penataan PKL menjadi prioritas untuk membuat kawasan Blok M lebih baik lagi. Sahar menjelaskan, dalam RPJMD DKI Jakarta 2007-2012, kawasan seluas 25 hektar tersebut merupakan lokasi strategis yang dapat dijangkau dari berbagai arah dengan terminal yang modern dan dijadikan pusat kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa, serta hiburan. Sedangkan mengenai keberadaan PKL, menurut Sahar, merupakan belanja alternatif yang perlu ditata kembali sebagai aset yang potensial.

Sahar juga mengimbau kepada para pengembang atau investor di kawasan niaga Blok M untuk membantu penataan pusat perbelanjaan tersebut menjadi lebih indah. "APBD kan tidak bisa masuk ke wilayah swasta karena itu kita harapkan para investor juga mau membantu kami dalam pelaksanaan penataan wilayah," tuturnya. Sekitar kawasan Blok M juga ditata untuk kawasan pemukiman. "Peruntukannya memang untuk hunian dan akan kita jaga, termasuk rumah-rumah tua yang dijadikan cagar budaya," tandas Sahar.

Sementara itu, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan, yang paling penting dari penataan dan perencanaan kawasan Blok M sebagai pusat kawasan ekonomi maju adalah soal penataan atau penempatan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seperti PKL di kawasan Blok M. Karena, menurutnya, saat ini ada kecenderungan kegiatan ekonomi besar seperti mal-mal terlalu mendominasi kegiatan perekonomian di kawasan Blok M. "Pemkot Jakarta Selatan harus memikirkan di mana tempat yang layak bagi PKL untuk berjualan di Blok M. Pemkot wajib memberikan ruang bagi para PKL," ujar Yayat.

Menurutnya, penataan sektor informal tersebut dinilai sangat penting untuk menjadikan Blok M sebagai kawasan wisata belanja. "Kawasan wisata tersebut bisa berupa pusat belanja pada siang hari dan pusat kuliner pada malam hari," tandasnya. Selain itu, Yayat juga mengemukakan pola transportasi harus diperbaiki di kawasan Blok M. "Fungsi terminal modern itu harus lebih diberdayakan, sayangkan bangunannya mahal-mahal kalau fungsinya tidak dioptimalkan," tambahnya.

Yayat juga khawatir terhadap pembangunan di wilayah sekitar Blok M seperti yang terjadi di wilayah Taman
Puring, Mayestik. Menurutnya, dahulu kawasan tersebut merupakan taman kota, namun kini taman-taman di kawasan tersebut sebagian sudah dikuasai oleh PKL. "Ruang terbuka hijau juga jangan dilupakan. Dalam penataan dan pembangunan kota, ruang terbuka hijau harus ada dan tidak boleh berkurang," pungkas Yayat.

Pasted from

Besok, 500 PKL Blok M Ditertibkan


BERITAJAKARTA.COM — 12-12-2008 18:19

Untuk mengembalikan kawasan Blok M sebagai zona ekonomi terpadu yang tertata apik, Sudin Ketentraman dan Ketertiban Jakarta Selatan (Tramtib Jaksel), (Sabtu, 13/12) besok akan menertibkan 500 pedagang kaki lima (PKL). Sebenarnya, ketika Ramadhan kemarin seluruh pedagang sudah diminta untuk tidak berdagang, tetapi mereka minta penangguhan karena menjelang Lebaran. Namun hingga, kini para PKL masih saja menguasai badan jalan, halte, dan fasilitas umum lainnya.

Petugas terpaksa bertindak tegas karena batas toleransi telah habis. Bahkan petugas menunda waktu penertiban agar PKL sadar dan membongkar sendiri lapaknya. “Waktu toleransi yang telah kita berikan telah habis. Kita tidak akan berikan toleransi kembali meski pedagang beralasan sedang menghadapi Natal dan Tahun Baru 2009. Satu-dua pedagang sudah membongkar sendiri lapaknya, itu bagus karena barang dagangan pedagang bisa diselamatkan. Tapi, kalau besok masih ada lapak PKL, langsung dibongkar. Kami tidak jamin kerusakan barang pedagang tersebut,” ancam Jurnalis Panjaitan Kasudin Tramtib Jaksel kepada beritajakarta.com, Jumat (12/12) siang.

Langkah penertiban PKL di kawasan bisnis paling prestisius di Jakarta Selatan ini, ditujukan untuk mengembalikan fungsi fasos dan fasum yang selama bertahun-tahun telah ditempati para pedagang. Padahal, Sesuai Perda No 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, penggunaan fasos dan fasum untuk kepentingan ekonomi jelas tidak dibenarkan. “Mereka selama ini menggunakan halte, badan jalan, dan trotoar sebagai lokasi berjualan. Ini jelas mengganggu ketertiban umum, jadi pasti akan tertibkan,” ujarnya.

Dari hasil pendataan yang dilakukan Tramtib Jaksel, tak kurang 500 PKL menguasai sekitar Blok M. Banyaknya PKL yang akan ditertibkan, Tramtib Jaksel bakal melibatkan 800 petugasnya dengan peralatan lengkap. Banyaknya petugas yang diterjunkan, agar waktu penertiban bisa rampung dalam sehari.

Terkait adanya kemungkinan petugas Tramtib menerima pungli di kawasan itu, Jurnalis mengancam, menindak tegas bawahannya. Terlebih, hal itu adalah perintah langsung dari Kepala Dinas Tramtib dan Linmas DKI Jakarta Harianto Badjoeri. “Sejauh ini, belum ada laporan ada Tramtib yang melakukan pungli di kawasan itu. Kalau ada yang tertangkap basah, pasti akan langsung dipecat," tegasnya.

Karena itu, lanjutnya, Tramtib juga tidak akan mentolerir pedagang jika besok masih berjualan. Sebab, penertiban sebelumnya tertunda karena alasan kemanusiaan. "Besok, apapun alasan pedagang tetap akan dibongkar,” tandasnya.

Rencana serupa juga bakal dilakukan Sudin Tramtib Jakbar. Besok, 122 lapak PKL di Jl Tanah Sereal Raya 13 dan 14, RW 10 dan 11, Kelurahan Tanahsereal, Tambora akan ditertibkan. Untuk penertiban ini, disiapkan 100 anggota Tramtib Kecamatan Tambora. Prosedur penertiban sudah dilakukan seperti memberi himbauan sampai menyampaikan surat peringatan mulai dari 7x24 jam hingga 1x24 jam. "Semuanya sudah dilakukan, besok tinggal eksekusi," kata Aswyne Arief, Lurah Tanahsereal, Jumat (12/12).

Keberadaan lapak PKL itu, menurutnya, sudah lama dikeluhkan warga dan pengguna jalan. Karena, seluruh lapak PKL berada di badan jalan, sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas. Selain itu, keberadaan mereka juga memperburuk lokasi, apalagi didirikan di atas saluran air. "Pernah ditertibkan, tapi mereka kembali berjualan di situ," ujar Aswyne.

Camat Tambora, Imron, mengatakan, penertiban 122 lapak PKL di Tanahsereal merupakan bagian dari program penataan wilayah. Meski para PKL meminta hanya penataan, camat menegaskan, ada dua poin yang mendasari pembongkaran. Disamping telah melanggar aturan, mereka juga mendirikan lapak di atas saluran air. "Ada upaya konsolidasi dari PKL agar mereka tidak dibongkar. Kita tetap melakukan pembongkaran karena kondisi di lokasi itu sudah mengkhawatirkan," tegas Imron, Jumat (12/12).

Pasted from <http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?idwil=1&nNewsId=31726>